Mau Dibawa ke Mana Ikatan Alumni?
By: Hardian Baja Gunanta Tarigan
Lebih LanjutBy: Hardian Baja Gunanta Tarigan
Lebih LanjutHubungan alumni dengan almamater itu sebenarnya unik, ibarat hubungan anak dengan orang tua-kadang mesra, kadang berjarak, tapi tetap ada ikatan darah rohani yang tak bisa diputuskan. Kita tidak akan lupa dari mana kita berasal, karena dari sanalah Tuhan memulai pekerjaan besar-Nya dalam hidup kita. Kita semua punya kenangan manis—doa subuh yang mengantuk, Kerja praktis pagi dan sore, diskusi teologi sampai larut malam, pelayanan di pelosok yang penuh tantangan, bahkan makan di kantate atau dapur seadanya. Tapi, mari kita jujur. Seiring berjalannya waktu, hubungan ini sering kali mengalami jarak. Almamater mungkin sudah menjadi tempat yang kita tinggalkan bertahun-tahun lalu, dan bagi sebagian orang, hubungan dengan almamater terasa lebih seperti kewajiban administratif daripada hubungan emosional.
Namun, saya percaya, almamater bukan hanya bangunan fisik atau institusi. Alma mater bukan sekadar nama di ijazah, Ia adalah roh, tempat di mana Tuhan menabur benih pelayanan di hati kita, tempat kita dibentuk oleh doa, firman, persekutuan dan tempat misi dimulai. Dalam visi kesatuan alumni dan almamater, saya melihat ada panggilan untuk kembali ke akar—bukan sekadar mengenang masa lalu, tapi membawa visi besar itu bersama-sama ke depan. saya bermimpi bahwa ikatan ini tak hanya menjadi ikatan administratif, tapi ikatan hidup yang penuh cinta dan doa. Tidak mudah, tapi layak untuk diperjuangkan.
Bukan berarti kita harus tinggal di kampus lagi (apalagi tidur di asrama!), tapi kita perlu menghidupkan kembali hubungan spiritual dengan almamater. Saya ingin melihat alumni memandang almamater seperti rumah rohani yang selalu dirindukan, tempat kita bisa kembali untuk memperbarui visi dan semangat pelayanan. Kesatuan ini bukan tentang formalitas; ini tentang bagaimana alumni melihat almamater sebagai bagian dari panggilan Tuhan dalam hidup mereka.
Namun, saya juga tahu ada tantangan besar: barangkali ada alumni yang merasa bahwa almamater sudah “berubah” dan tidak lagi sama seperti dulu. Di sisi lain, almamater mungkin juga merasa bahwa alumni terlalu jauh. Di sinilah pentingnya dialog yang terbuka dan hati yang mau saling mendengar. Kesatuan alumni-almamater ini hanya akan terwujud jika kita berhenti saling menyalahkan dan mulai membangun jembatan komunikasi dan kasih.
Dan yang paling penting, kesatuan ini harus didasarkan pada doa dan cinta kasih. Sebagai alumni, kita harus terus berdoa bagi almamater kita, bagi para mahasiswa yang sedang bertumbuh, para dosen yang mendidik, dan para pemimpin yang memikul beban berat. Tanpa doa, kesatuan ini hanya akan menjadi kesepakatan administratif yang rapuh. Namun, dengan doa dan cinta kasih, saya percaya kesatuan ini akan menjadi seperti pohon besar yang akarnya kuat dan buahnya lebat.
Kesatuan alumni dan almamater adalah tentang kembali ke sumber, kembali ke misi yang Tuhan percayakan kepada kita. Sebab ketika kita terhubung dengan rumah rohani kita, kita sedang terhubung dengan panggilan ilahi yang lebih besar. Jadi, mari kita kembali ke rumah, bukan sekadar untuk mengingat masa lalu, tapi untuk merajut masa depan Bersama sebagai ikatan alumni. Almamater telah memberi kita benih; sekarang saatnya kita memberi kembali dengan cinta, doa, dan dedikasi yang tak tergoyahkan.
Hubungan antara alumni senior dan junior sering kali menjadi dilema klasik dalam sebuah organisasi. Di satu sisi, para senior merasa memiliki pengalaman dan kontribusi besar yang tak ternilai, namun di sisi lain, para junior sering merasa mereka hanya “anak bawang” yang belum punya tempat di meja kepemimpinan. Kalau kita tidak hati-hati, hubungan ini bisa seperti film drama konflik keluarga: senior sibuk mendikte, junior sibuk mencari kesempatan untuk bersuara. Akhirnya? Yang ada hanya kesenjangan, bukan kesatuan.
Visi saya sederhana namun sangat mendasar: menjadikan hubungan antara alumni senior dan junior sebagai hubungan mentor dan mentee, bukan hubungan bos dan anak buah. Regenerasi kepemimpinan harus menjadi budaya, bukan sekadar wacana. Sebab, tanpa regenerasi yang sehat, organisasi kita hanya akan berjalan di tempat atau bahkan perlahan memudar. Para senior akan terus memegang kendali hingga tenaga mereka habis, sementara para junior kehilangan motivasi untuk melanjutkan karena merasa tidak ada ruang bagi mereka.
Regenerasi itu seperti estafet, bukan seperti lomba lari individu. Kalau tongkat estafet jatuh, seluruh tim gagal. Regenerasi kepemimpinan bukanlah ancaman, tetapi sebuah keharusan. Regenerasi ini adalah investasi. Ketika kita mempersiapkan generasi berikutnya, kita sedang menanamkan benih kepemimpinan yang akan terus bertumbuh hingga jauh ke masa depan. Kita sedang memastikan bahwa visi founder I3 tidak berhenti di generasi kita, tetapi terus hidup dalam generasi-generasi mendatang. Maka, regenerasi adalah krusial dan prioritas.
Sebagai Ketua Umum, saya berkomitmen untuk menciptakan regenerasi yang sehat dan berkesinambungan. Saya ingin para senior merasa bangga saat melihat junior yang mereka bimbing mengambil alih tongkat estafet. Dan saya ingin para junior merasa bahwa mereka tidak hanya “menggantikan,” tetapi benar-benar melanjutkan apa yang telah dimulai oleh generasi sebelumnya. Itulah sebabnya dalam setiap bentuk kepengurusan Ikatan Alumni dan kepanitiaan, saya selalu mengkombinasikan alumni senior dan junior, agar berproses bersama dalam regenerasi dan keberlanjutan. Saya ingin alumni senior menjadi mentor yang tulus, yang rela berbagi pengalaman dan belajar mendengarkan. Sebaliknya, junior juga harus belajar dengan kerendahan hati, memahami bahwa kesuksesan tidak instan. Jelaslah regenerasi ini penting karena tanpa pemimpin baru, visi kita hanya akan jadi mimpi yang tertunda. Kita butuh keberlanjutan kepemimpinan yang tidak hanya “hari ini ada,” tapi juga siap “besok tetap berdampak.”
Kesatuan alumni senior dan junior adalah salah satu pilar utama untuk keberlanjutan organisasi ini. Tanpa kesatuan, regenerasi hanya akan menjadi slogan. Tapi dengan kesatuan yang dibangun di atas dasar saling menghormati, saling mendukung, dan saling belajar, saya percaya kita dapat membawa Ikatan Alumni ini ke arah yang lebih besar dari apa yang pernah kita bayangkan. Jadi, mari kita melangkah bersama. Senior dan junior, bergandengan tangan, berjalan dalam visi yang sama: untuk melanjutkan misi Tuhan di dunia ini, dari generasi ke generasi. Karena pada akhirnya, regenerasi bukan hanya soal melanjutkan organisasi, tetapi soal melanjutkan warisan rohani yang Tuhan percayakan kepada kita semua.
Istilah Vision Resiliency dan Mission Sustainability terdengar seperti jargon organisasi modern yang sering kita baca di buku manajemen. Tapi bagi saya, kedua konsep ini lebih dari sekadar teori: ini adalah panggilan rohani. Kita berbicara tentang memastikan bahwa visi kita tetap kuat di tengah badai perubahan dan bahwa misi kita tidak hanya bertahan, tetapi terus berkembang melampaui generasi dan tantangan zaman. Ketika saya berbicara tentang visi dan misi, saya tidak bicara tentang rencana lima tahun yang hanya selesai di atas kertas. Lebih jauh lagi, Vision Resiliency dan Mission Sustainability adalah tentang membangun masa depan yang tidak hanya bertahan tetapi juga berbuah lebat. Ini tentang memastikan bahwa visi dan misi yang Tuhan berikan kepada kita tidak berhenti di generasi ini, tetapi terus hidup dan membawa dampak di generasi berikutnya.
Sebagai Ketua Umum, tanggung jawab saya adalah memastikan bahwa kita tidak hanya melihat apa yang ada di depan mata, tetapi juga mempersiapkan jalan untuk masa depan. Saya percaya bahwa dengan kesatuan hati, regenerasi kepemimpinan, dan semangat yang tidak pernah padam, kita dapat membawa Ikatan Alumni Institut Injil Indonesia menuju masa depan yang lebih besar, lebih kokoh dan lebih berdampak.
Vision resiliency berarti visi kita harus tahan banting—bisa menghadapi perubahan zaman, gesekan, bahkan tekanan eksternal yang mungkin datang dan tetap relevant . Kalau visi kita seperti balon yang mudah pecah, maka tidak akan ada yang mau terbang bersama kita. Resiliensi visi tidak berarti kita mengubah arah setiap kali ada masalah. Sebaliknya, ini berarti kita memiliki akar yang cukup dalam untuk tetap kokoh meskipun angin perubahan berhembus kencang.
Di sisi lain, mission sustainability adalah tentang menjaga agar semangat Injil tetap menyala. Jangan sampai misi kita seperti api unggun yang besar di awal tapi habis kayunya di tengah jalan dan akhirnya padam. Keberlanjutan misi (mission sustainability) adalah tentang memastikan bahwa misi ini terus berjalan, bahkan jika kita tidak lagi memimpin secara langsung. Ini berarti kita harus menanamkan pola pikir investasi jangka panjang. Kita perlu menyiapkan sumber daya finansial, membangun kapasitas kepemimpinan, dan menciptakan sistem yang memungkinkan misi ini terus berjalan meskipun ada perubahan dalam struktur organisasi atau kepemimpinan.
Keberlanjutan juga berarti fleksibilitas. Dunia berubah, dan cara kita melayani Tuhan juga harus relevan dengan konteks zaman. Kita tidak bisa terus-menerus menggunakan metode lama dan berharap hasil yang berbeda. Sebaliknya, kita harus memiliki keberanian untuk menyesuaikan strategi tanpa mengorbankan esensi dari misi itu sendiri. Keberlanjutan misi hanya mungkin jika ada regenerasi yang sehat. Para senior perlu memastikan bahwa pengalaman dan kebijaksanaan mereka ditransfer kepada junior. Sebaliknya, junior harus berkontribusi dengan semangat, inovasi, dan perspektif baru. Ketika kedua generasi ini bekerja sama, misi kita tidak hanya akan bertahan tetapi juga berkembang dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Saya ingin memastikan bahwa semangat Iman, penginjilan, doa, pengorbanan, dan persekutuan yang diwariskan para pendiri tetap menjadi DNA kita. Ini bukan soal “apa yang kita capai” saja, tapi “bagaimana kita memastikan itu tetap hidup” bagi generasi selanjutnya.
Akhir Kata: Mari Melangkah Bersama
“Mau dibawa ke mana Ikatan Alumni ini?” Jawabannya sederhana: ke arah yang Tuhan kehendaki. Saya tidak bisa melakukannya sendirian, dan tidak seharusnya sendirian. Ini adalah perjalanan bersama, dengan Tuhan sebagai nahkoda, alumni sebagai awak kapal, dan almamater sebagai pelabuhan hati kita. Jadi, mari bergandengan tangan, senior dan junior, alumni dan alma mater, membawa visi besar ini hingga menjadi warisan yang berdampak bagi generasi selanjutnya. Karena pada akhirnya, yang lebih penting dari ke mana kita membawa Ikatan Alumni adalah siapa yang kita bawa dalam perjalanan ini. Dan saya percaya, kita sedang membawa nama Kristus.
Mari melangkah bersama. Jangan lupa, this is our mission. Tuhan memberkati pelayanan kita.